Jumat, 09 Februari 2018

14 FEBRUARI YANG DILUPAKAN

PETA VS VALENTINE'S DAY


Tanggal 14 Februari merupakan hari yang ditunggu di kalangan pemuda-pemudi di seluruh dunia terkhusus di Indonesia. Pasalnya hari tersebut merupakan hari kasih sayang (valentine). Maraknya perayaan hari "kasih sayang" yang diadopsi dari barat disambut gembira dan dimeriahkan oleh remaja Indonesia.
Tak ketinggalan media jejaring sosial pun dipenuhi status-status berbau Valentine. Mereka begitu sibuk dengan Hari Valentine yang pada dasarnya tak memiliki manfaat dan makna khusus bagi bangsa Indonesia.

Dalam momentum ini khalayak remaja yang beranjak dewasa di Indonesia merayakan hari kasih sayang tersebut dengan bertukar cokelat, kartu ucapan, maupun barang yang lain dengan berbentuk kado sebagai simbolisasi atas rasa sayang terhadap pasanganya.
Momen Valantine juga dijadikan ladang bisnis oleh pihak kapitalisme dengan menjual berbagai produk seperti cokelat, bunga, boneka dan hadiah-hadiah lainnya yang berwarna pink (warna yang identik dengan cinta). Padahal, Valentine's Day bukan budaya asli Indonesia.
Lebih parahnya lagi, tak jarang juga momentum di hari tersebut digunakan untuk berhubungan intim di luar nikah. Seperti yang di lansir oleh merdeka.com (12/02/2016), “Beberapa toko obat dan apotek, penjualan kondom meningkat di seluruh indonesia. Meski belum dipastikan tujuan penggunaan dan kalangan penggunanya, namun yang membeli alat kontrasepsi itu, umumnya anak usia remaja dan kalangan mahasiswa.”
Hal ini menjadi bukti otentik bahwa identiknya hubungan seks dengan perayaan hari kasih sayang.
Memang pada 14 februari selalu banyak mengundang perdebatan, berbagai pendapat dan kepentingan beradu sangat tajam. Antara menjadi sebuah hari sakral atau anti penyakralan terhadap hari tersebut. Sebagian orang memang menggangap bahwa hari tersebut merupakan hari kasih sayang, (valentine), tak jarang pula sebagaian orang yang berusaha menolak konsepsi maupun manifestasi dari hari valentine terebut.
Di tengah adanya pro kontra terkait perihal tersebut ingatkah bahkan  tahukah kita bahwa 72 tahun silam bertepatan dengan tanggal 14 Februari, merupakan hari dimana gerakan pemuda dan sekelompok anak Bangsa yang membuktikan cinta dan pengorbananya lewat perjuangan senjata dan taruhan nyawa, melawan penjajah dengan tujuan menjadikan Indonesia lebih bermartabat. Bukan hanya sekedar rayuan gombal maupun dengan coklat.
Ya itulah tragedi pemberontkan Pembela Tanah Air di Blitar 14 Februari 1945.
Mengingat sejarah kembali pemberontakan PETA
Dalam sejarah indonesia 14 februari di peringati sebgai hari besar untuk mengenang tragedi pemberontakan Pembela Tanah Air (PETA) yang di pelopori oleh sudancho supriadi. PETA merupakan organisasi semi militer dan militer bentukan jepang pada tanggal 03 Oktober 1943.
Hal ini di lakukan oleh Jepang guna menarik simpatik masyarakat Indonesia dalam upaya membantu bergabung dalam pertempurann Asia pasifik serta menggelorakan masyarakat Indonesia untuk tetap mempertahankan Indonesia dari sekutu. Organisasi ini sangat dimintai oleh masyarakat Indonesia kususnya di kalangan pemuda, akhirnya pelatihan militer pertamnya dilaksanakan di Bogor.
Salah satu dari sekian banyak purnawirawan PETA yang melegenda ialah sosok yang bernama Supriadi. Ia merupakan lulusan pertama sekolah militer yang dilaksanakan di Bogor. Setelah pelatihan tersebut mereka yang tergabung dalam latihan militer di kembalikan ke daerah asalnya untuk bertugas di bawah Deidan (Batalyon) 
Hati nurani mereka (PETA) pun tersayat melihat dan merasakan tatkala rakyat di perlakukan tidak manusiawi, seperti halnya tenaga rakyat di peras, harta benda di kuras. Sedangkan perempuan di lecehkan dan diperlakukan sewenang oleh tentara Jepang.
Selain daripada itu ada sebuah peraturan yang mengahruskan perwira PETA harus patuh dan hormat pada tentara Jepang mekipun lebih rendah pangkatnya. dalam tulisan Joyce J Lebra yang di  terjemahkan oleh sinar harapan tahun 1988, mengatakan bahwa melihat kondisi tersebut Supriadi mempunyai inisiasi untuk melakukan pemberontakan bahkan sekaligus revolusi melawan penindasan Jepang yang di laksankanya pertemuan rahasia pada september 1944.
Para pemberontak pun menghubungi komandan Batalyon setiap wilayah untuk bersama sama mengangkat senjata dan menggalang kekuatan rakyat guna melawan Jepang. Akan tetapi di sela-sela mematangkan persiapan pemberontakan, adanya pertemuan tersebut akhirnya  tercium oleh Polisi rahasia Jepang.
Mengetahui hal tersebut Supriyadi merasa cemas dan khwatir, akhirnya pada tanggal 13 Februari 1945 pemberontakan harus di lakukan, akibat ketidak matangan perihal persiapan akhirnya ada sebagian PETA blitar yang tidak memberontak. Dari pada itu pun Supriadi mengatakan meskipun semua PETA tidak memberontak, maka jangnalah menyakiti sesama PETA, kita harus melawan Jepang.
Akhirnya pada pukul 03.00 wib tanggal 14 Februari tentara peta yang di pimpin supriyadi menembakan mortir di hotel Sakura ( kediaman Perwira Jepang). Namun rupanya hotel tersebut sudah di kosongkan, karena jepang sudah mencium gerak dari pemberontakan PETA. Dalam salah satu aksi, salah seorang Bhudancho (Bintara PETA) merobek poster bertuliskan “Indonesia Akan Merdeka”, dan menggantinya dengan “Indonesia Sudah Merdeka!”
Dengan waktu singkat Jepang mengirimkan tentara untuk memadamkan pemberontakan, alhasil 78 Perwira dan prajurit PETA ditangkap, kemudian di jebloskan ke penjara serta diadili di Jakarta. Dalam peristiwa itu, 6 orang di hukum mati, 6 orang di vonis penjara seumur hidup, dan sisanya di hukum sesuai tinggkat kesalahannya.
Namun apa yang terjadi pada pemimpin pemberontak yang bernama Supriyadi tidak jelas di mana keberadaanya, seakaan hilang di telan pekatnya malam. Sebagian mengatakan Supriadi telah terbunuh kita pertempuran tersebut.
Tragedi ini menginspirasi PETA di berabagai wilayah di Indonesia, hal ini di pertegas oleh sejarawan Patrick Matanasi yang mengatakan pemberontakan tersebut juga terjadi di Cilacap dan Bandung. Setelah kemerdekaan Supriadi diangkat menjadi menteri keamanan yang pertama oleh presiden Soekarno, akan tetapi dia tidak pernah muncul sama sekali di bumi Indonesia.
Atas jasanya sebagai pelopor kemerdekaan, Supriadi dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional, terbukti dengan Surat Keputusan Presiden nomer 063/TK/1975 pada bulan 9 agustus 1975. Lihat (tokohindonesia.com)
14 Februari Cinta dan Pengorbanan yang Dilupakan
Bung Karno selalu mengatakan semboyan Jasmerah; jangan sekali-kali melupakan sejarah, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu menghargai sejarahnya. Jika tidak, maka kita akan terus menjadi bangsa yang kecil dan tidak dilirik orang.
Sepertinya Jasmerah telah luntur begitu saja. Padahal, jika kita mengenang sejarah Indonesia, sangat tidak mudah kemerdekaan negeri ini diraih. Dengan cinta dan pengorbanan para pahlawan yang tak mengenal balas jasa. Mereka mengorbankan apa saja, bahkan tak segan bertarung nyawa demi kemerdekaan Indonesia.
Selama ini apa yang menjadi realitas di kalangan pemuda di Republik disibukkan dan berkosentrasi pada seputar 14 februari yang disebut dengan Valentine day, daripada menguras pikiran dan kosentrasinya untuk membangun bangsa yang lebih bermartabat.
Tragedi PETA, sepatutnya sebagai generasi muda bangsa Indonesia untuk memperingati dan merefleksikan semangat semangat pahlawan, bukan melainkan kita merayakan hari yang di mana bukan berasal dari budaya dan akar sejarah Indonesia.
Siapakah yang Harus Disalahkan?
Seyogianya patut direnungkankan, apakah semua hal di atas merupakan murni kesalahan generasi Bangsa? Bagaimana peran media yang seharusnya menjadi kunci utama untuk mengenalkan hari sejarah kebangsaan kepada msyarakat? Menurut yang saya ketahui bahwa media elektronik maupun media massa sering kali memberitakan seputar perayaan Valentine Day secara besar besaran dari pada perayaan memeperingati hari PETA.
Selain itu juga pendidikan juga memiliki kontribusi penting dalam meberikan pengetahuan. Baik dalam formal maupun non formal. Secara formal lewat lembaga pendidikan (SD,SMP, SMA, dan PT), dan adpun secara nonformal lewat didikan keluarga untuk menanamkan nasionalisme dan menghargai jasa pahlawan sejak dini.

Berbagai usaha harus dilakukan dalam mengatasi problem seperti ini, tanpa adanya upaya kerja sama semua pihak, maka mustahil untuk menghilangkan perayaan Valentine Day yang sudah membudaya di kalangan remaja Indonesia untuk digantikan perayaan hari PETA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Manusia Kemanusiaan Manusia Kemanusiaan Manusia Kemanusiaan Manusia yang hilang Kemanusiaan!!! Manusia Kemanusiaan Manusia Kemanus...