Minggu, 27 Agustus 2017

AKU ADALAH ANJING



Jangan dikira aku ini orang yang baik,
karena aku tak sebaik yang kau kira.
Jangan dikira aku ini orang buruk,
karna aku jauh lebih buruk dari yang kau kira.
Jika aku adalah anjing. aku adalah anjing 
yang belajar sopan santun dan kasih sayang dari manusia.
Jika aku adalah manusia. Aku adalah manusia
yang lupa akan kemanusiaan.
Jika menurutmu aku salah dan kau yang benar,
maka salahkan sikapku yang kau anggap salah.
Tapi akan lebih baik jika kau juga memberiku
contoh dengan praktek kebenaran yang kau maksudkan.

Selasa, 22 Agustus 2017

(G)adis Sebelum pagi





Pada pagi
Yang tak dirindukan
Bahkan dilupakan?
Tersimpan 
Hingar bingar 
Kenangan
Seakan membuka hari
Tergiang jelas
Apa-apa yang membuat
Bibir
Melengkung
Ke bawah
Seperti ini kah pagi yang Tuhan maksud?
Merekam ulang
Berguru pada perilaku
Yang telah terjadi sebelum pagi tiba
Tak dirindukan
Namun menawarkan
Keindahan
Bagaimana yang dirindukan?
Bagaimana jika pukul 4 sore di cafe biasa?



Tual, 2017

Selamat Malam





Selam ada yang bersama tanpa cinta,
maka akan selalu ada yang berada dalam cinta
tanpa pernah bersama.

Aku membaca kisah itu 
siang dan malam, aku merindukannya.
Kini aku menuliskan kisahku itu
siang dan malam aku meratapinya.




Minggu, 20 Agustus 2017

SAJAK ANAK MUDA KARYA W.S RENDRA

Kita adalah angkatan gagap
yang diperanakkan oleh angkatan takabur.
Kita kurang pendidikan resmi
di dalam hal keadilan,
karena tidak diajarkan berpolitik,
dan tidak diajar dasar ilmu hukum.

Kita melihat kabur pribadi orang,
karena tidak diajarkan kebatinan atau ilmu jiwa.

Kita tidak mengerti uraian pikiran lurus,
karena tidak diajar filsafat atau logika.

Apakah kita tidak dimaksud
untuk mengerti itu semua?
Apakah kita hanya dipersiapkan
untuk menjadi alat saja?

Inilah gambaran rata-rata
pemuda tamatan SLA,
pemuda menjelang dewasa.

Dasar pendidikan kita adalah kepatuhan.
Bukan pertukaran pikiran.

Ilmu sekolah adalah ilmu hafalan,
dan bukan ilmu latihan menguraikan.

Dasar keadilan di dalam pergaulan.
serta pengetahuan akan kelakuan manusia,
sebagai kelompok atau sebagai pribadi,
tidak dianggap sebagai ilmu yang perlu dikaji dan diuji.

Kenyataan di dunia menjadi remang-remang.
Gejala-gejala yang muncul lalu lalang,
tidak bisa kita hubung-hubungkan.
Kita marah pada diri sendiri.
Kita sebal terhadap masa depan.
Lalu akhirnya,
menikmati masa bodoh dan santai.

Di dalam kegagapan,
kita hanya bisa membeli dan memakai,
tanpa bisa mencipta.
Kita tidak bisa memimpin,
tetapi hanya bisa berkuasa,
persis seperti bapak-bapak kita.

Pendidikan negeri ini berkiblat ke Barat.
Di sana anak-anak memang disiapkan
untuk menjadi alat dari industri.
Dan industri mereka berjalan tanpa henti.
Tetapi kita dipersiapkan menjadi alat apa?
Kita hanya menjadi alat birokrasi!

Dan birokrasi menjadi berlebihan
tanpa kegunaan –
menjadi benalu di dahan.

Gelap. Pandanganku gelap.
Pendidikan tidak memberikan pencerahan.
Latihan-latihan tidak memberi pekerjaan.
Gelap. Keluh kesahku gelap.
Orang yang hidup di dalam pengangguran.

Apakah yang terjadi di sekitarku ini?
Karena tidak bisa kita tafsirkan,
lebih enak kita lari ke dalam puisi ganja.

Apakah artinya tanda-tanda yang rumit ini?
Apakah ini? Apakah ini?
Ah, di dalam kemabukan,
wajah berdarah
akan terlihat sebagai bulan.

Mengapa harus kita terima hidup begini?
Seseorang berhak diberi ijasah dokter,
dianggap sebagai orang terpelajar,
tanpa diuji pengetahuannya akan keadilan.
Dan bila ada tirani merajalela,
ia diam tidak bicara,
kerjanya cuma menyuntik saja.

Bagaimana? Apakah kita akan terus diam saja?
Mahasiswa-mahasiswa ilmu hukum
dianggap sebagai bendera-bendera upacara,
sementar hukum dikhianati berulang kali.

Mahasiswa-mahasiswa ilmu ekonomi
dianggap bunga plastik,
sementara ada kebangkrutan dan banyak korupsi.
Kita berada di dalam pusaran tata warna
yang ajaib dan tak terbaca.

Kita berada di dalam penjara kabut yang memabukkan.
Tangan kita menggapai untuk mencari pegangan.
Dan bila luput,
kita memukul dan mencakar
ke arah udara.

Kita adalah angkatan gagap.
Yang diperanakkan oleh angkatan kurang ajar.
Daya hidup telah diganti oleh nafsu.
Pencerahan telah diganti oleh pembatasan.
Kita adalah angkatan yang berbahaya.

Buatlah jadi bahan renungan, sajak ini dibuat 83 tahun yang lalu..

Sabtu, 12 Agustus 2017

17 Agustus Bukan HUT RI

Naskah Proklamasi Ketikan Sayuti Melik
Simak baik-baik isi (teks) proklamasi :
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekuasaan d.l.l, diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Bagaimana mungkin hari ini,  tanggal 17 Agustus kita peringati sebagai Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia (RI)? Apakah saat itu (17 Agustus 1945) Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah ada/terbentuk? Bukankah yang membacakan proklamasi yakni Bung Karno belum berstatus sebagai pemimpin negara atau presiden pada saat itu?
Ketika kita mengacuh pada teks proklamasi (baik yang ditulis tangan maupun yang diketik) disebutkan bahwa yang menyatakan kemerdekaan Indonesia bukanlah negara melainkan bangsa Indonesia. Bahwasanya PPKI baru melakukan sidang sekaligus membentuk negara pada keesokan harinya yakni 18 Agustus 1945 yang kemudian ditandai dengan pengesahan UUD Negara Republik Indonesia 1945 sebagai landasan konstitusi. Artinya bahwa 17 Agustus 1945 bukanlah HUT RI melainkan hari proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia.
Kekeliruan sejarah yang didiamkan sama dengan melanggengkan kebodohan beranak-pinak. Hari ini masyarakat kita masih diliputi ketidak-tahuan dan keikut-ikutan (taklid) buta tanpa mengetahui kebenaran sejarah bangsa–ya, minimal 17 Agustus kita sadari bukanlah HUT RI. Dan ironisnya, hal itu tak digubris sedikit pun oleh negara.
Harapan saya, melalui tulisan ini  semoga masyarakat bisa mengetahui makna tanggal 17 Agustus yang sebenarnya bahwa 17 Agustus adalah hari proklamasi kemerdekaan Indonesia bukanlah HUT RI. Mungkin kelihatannya sepele, tapi kalau terhadap hal-hal kecil saja kita tidak jujur, lantas bagaimana dengan hal-hal besar?
Ah … sudahlah.

Rabu, 09 Agustus 2017

PUISI PAGI

Kamu, pagi yang selalu aku syukuri..
Harapanmu kuamini menjadi puisi,
selalu akan kutulis dalam bait-bait.

Ketiadaanmu, akan menjadi kumpulan puisi..
Kutulis untuk pagi-pagi yang selalu ku syukuri.

Pagi tanpamu..hanya bait tentang kamu..
kecintaan dan keheningan serta syukur.


Saat ini semuanya dinilai dari segi kematerialistikkannya. Senjapun begitu.
Jika senja tak menampakkan jingganya dia bukan senja. Jika senja tak akan ada guratan merahnya bukan senja. Senja harus ada pada waktu menjelang magrib, ketika dia hadir bukan pada waktu itu bukan senja namanya.
Bagiku senja bukan hanya guratan jingga dengan percikan merah berserta warna lainnya. 
Bagiku senja lebih kepada antara ada dan tiada, jeda waktu antara pecinta dan yang dicinta untuk bersetubuh, ruang untuk memupuk rindu, waktu yang tepat untuk proses menujuMu.
Senja tak terikat oleh ruang dan waktu, senjaku datang ketika aku mencoba menghadirkannya dalam kalbu.
Senjaku dan senjamu mungkin berbeda, tapi aku berharap semoga kita dipertemukan dalam senja yang sama. Mungkin bukan pada tempat yang sama, tapi lebih kepada perasaan yang sama.

Selasa, 08 Agustus 2017

Kepada Kamu

Kabar darimu sudah tidak lagi menjadi
sarapan atau dongeng sebelum tidurku.
Tak mengapa, aku mulai terbiasa.

Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku masih bersama nafas dan pandangan terbaikku untuk berbagi, walaupun aku mengakui topik utamanya terkadang masih seputar kejanggalan sepeninggalanmu.

Aku ingin membagi tentang kejanggalan ini denganmu, walau hanya singkat melalui tulisan yang belum pasti akan kamu baca. 

Tadi malam, aku menghabiskan hari dengan beberapa kumpulan teman-teman, aku ingin tertawa terus, hanya itu keinginanku sejak bangun pagi sekali lagi tanpa kamu kemarin.

Sebenarnya aku ingin memelukmu sangat erat saat menulis surat ini, namun semua keinginan akan kusampaikan di surat surat berikutnya.

Senin, 07 Agustus 2017

Tak perlu judul, percuma..

Kemarin, muram tak secerah ini
Kemarin, diam tak segelap ini
Kemarin, percuma..
Waktu itu, aku tidak disitu
Waktu itu, disana tak nampak hadirku
Waktu itu, percuma..

Puisi yang terbaca dari sudut-sudut keraguan,
Juga kata-kata yang hadir seadanya, kemarin, waktu itu, percuma..

Aku tau, cinta terlalu pagi untuk rindu yang masih liar..
Juga puisi, barisan kebohongan dari ragu yang kabur tiap malam..
Baik cinta maupun puisi, kemarin, waktu itu, percuma..

Ada yang acuh, kemarin..
Juga ada yang menunggu, waktu itu..
Ada lagi yang bercinta, kemarin..
Tapi ada yang tak mau tau, waktu itu..
Juga ada yang diam tak mengerti, kemarin..
Padahal ada yang bertahan, waktu itu..
Kemudian ada yang mencoba, kemarin..
Dan ada yang berjuang, waktu itu..
Namun ada yang tak disitu, kemarin..
Sampai ada yang pergi, waktu itu..
Lagipula ada yang terbiasa, kemarin..
Walaupun ada yang lelah, waktu itu..
Tetap ada yang menangis, kemarin..
Ada yang mati, waktu itu..
Percuma..

Lalu seakan paling kehilangan, puisi bertebaran disudut jalan, memungut kata demi kata dari kemarin, untuk tampil waktu itu, percuma..

Kamu tau? Kemarin, waktu itu, percuma..
Ini bukan hal kemarin, atau tentang waktu itu, tapi ini percuma..

Iya maaf.

Manusia Kemanusiaan Manusia Kemanusiaan Manusia Kemanusiaan Manusia yang hilang Kemanusiaan!!! Manusia Kemanusiaan Manusia Kemanus...